18 Desember 2008

Apa Sih Mauku???

Hidupku terasa hampa…

Aku merasa ada kekosongan dalam diriku yang aku sendiri tidak tau apa itu. Aku tidak tertawa bila orang lain tertawa. Aku jarang merasa sedih. Aku tidak menangis saat orang lain menangis. Aku tidak kecewa saat orang lain kecewa. Aku jarang sekali merasakan sesuatu yang biasa orang alami. Aku selalu tenang…

Aku iri dengan mereka… kenapa sih, mereka bisa merasakan bahagia? merasakan kesedihan? Merasakan kekecewaan? Merasakan sesuatu yang membuat hidup mereka penuh warna? Kenapa aku tidak bisa merasakannya??? Kenapa hanya aku??? Benakku dipenuhi banyak sekali tanda tanya.

Sepertinya, ada sesuatu yang hilang dari diriku yang aku sendiri tidak tau itu apa. Dan semua orang memilikinya. Dan hal itu membuatku benci pada diriku sendiri. Aku iri!!! Teriak batinku...

Teman-temanku suka berkomentar tentang diriku.

“Kamu tuh orangnya cool banget yah? Gak kayak cewek-cewek biasanya.” Komentar Rico sepintas lalu.

“Bo’ong yah? Masak belum pernah pacaran sih. Gak mungkin banget deh.” Kata Lena saat dia bertanya tentang pacarku.

“Kamu perfect banget! Udah pinter, cantik lagi. Bikin iri ajah, hehehe.” Rika berkata sambil tertawa tulus yang membuatku iri.

Masih banyak lagi komentar teman-temanku tentang diriku. Dan aku selalu meresponnya dengan senyum tipis yang dipaksakan. Atau, kalau gak begitu aku meresponnya dengan berkata: ‘Ah, gak gitu-gitu amat deh. Hehehe...’ atau, ‘bisa aja...’ dan aku pasti melakukannya dengan terpaksa. Untung saja tidak pernah ada yang menyadari bahwa aku meresponnya dengan terpaksa.

Aku tidak pernah tertawa ataupun merespon cerita orang lain dengan tulus. Bukannya kenapa, aku selalu menganggap cerita orang lain biasa saja. Aku menganggap mereka terlalu melebih-lebihkan apa yang terjadi. Jadi, jika mereka bercerita denganku aku akan pura-pura tertarik.

Mereka juga suka curhat denganku. Aku pura-pura tertawa saat mereka tertawa, pura-pura ikut merasa sedih saat mereka sedih, pokoknya selalu begitu. Kepura-puraanku itu tidak pernah mereka sadari. Bukannya aku munafik atau apa. Aku hanya merasa tidak enak dengan mereka. Tidak salah kan, berpura-pura untuk kesenangan seseorang???

Kalau aku meresponnya seperti apa yang aku pkirkan pasti jawabanku hanya sekadar ‘oh..’ atau, ‘gak usah berlebihan deh, cuma berantem doang.’ Hanya itu responku, dan memang hanya itulah respon yang muncul di kepelaku saat mereka menceritakan masalah mereka. Bisa-bisa aku tidak akan disukai karena terkesan sombong dan angkuh.

Saat mendapat ranking di kelas pun aku tidak pernah merasakan rasa senang yang berlebihan, biasa-biasa saja. Aku pernah ditembak cowok, dan perasaanku tidak berbunga-bunga seperti teman-temanku yang lainnya. Biasa ajah... Perekonomian keluargaku memang tidak kaya-kaya amat, tapi masih bisa dikatakan berlebih lah. Lalu, apa sih yang kurang pada diriku??? Bukannya aku tidak bersyukur. Teman-temanku juga keadaannya sama denganku. Tapi, kenapa mereka bisa terlihat begitu bahagia? Kenapa???

Aku juga tidak memiliki teman yang bisa kuajak bicara tentang apa yang kurasakan saat ini. Mengenai perasaanku yang tidak bisa kujelaskan dengan kata-kata, merasakan kekosongan yang membuatku bingung, ataupun hanya sekedar mendengarkan curhatanku. Bukannya aku termasuk golongan anak kuper yang tidak dikenal orang. Aku punya banyak teman. Tapi, bukan teman yang bisa diajak berbagi. Tidak tau kenapa, aku tidak memiliki teman dekat seperti layaknya remaja seusiaku. Bagaimanapun juga, aku inih kan hanya siswi SMA biasa. Ingin seperti teman-temanku yang lainnya. Mungkin, aku yang selalu menutup diri sehingga orang lain enggan medekatiku. Entahlah…

Aku jadi teringat kejadian pagi tadi. Tadi, aku sempat ngobrol sebentar dengan Rena sebelum bel masuk.

‘Kamu pembohong.’ Katanya dengan santai, seakan yang dikatakannya adalah hal yang biasa.

‘Hah??? Maksud kamu apa?.’ Aku terkejut mendengar kata-katanya.

‘Kamu pembohong besar!’ Rena memandangiku, masih dengan ekspresi yang sama.

‘Apaan sih? Gak ngerti deh.’ Kataku sambil garuk-garuk kepala.

‘Udahlah, gak usah pura-pura. Kamu orangnya tidak pernah tulus, penuh dengan kepura-puraan. Tapi, kamu tidak mau mengakuinya. Bahkan, dengan diri kamu sendiri kamu tidak mau jujur. Bukankah, itu sama saja dengan pembohong besar???’ katanya, dengan pandangan yang sulit diartikan. Pandangannya iba, tapi tajam seperti ingin marah.

Aku terdiam mendengar kata-katanya yang pas menancap ke ulu hatiku.

‘Besok, kamu bisa cerita ke aku. Pikirkanlah...’ katanya, lalu pergi begitu saja.

Aku terpaku di depan pintu kelas, bingung. Kenapa dia tau???

Kata-katanya, masih terngiang-ngiang di kepalaku. Aku bingung… Apa aku separah itu??? Apa aku memang begitu??? Apakah semuanya terlihat jelas dari wajahku??? Sepertinya, aku tidak bakal bisa menjawab pertanyaanku ini sendiri. Aku butuh seseorang…

Esoknya…

“Ren.. Aku…” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, tanganku sudah ditarik Rena.

“Dikantin aja. Supaya lebih enak ngomongnya…” katanya, sambil menarikku menuju kantin.

Aku hanya diam dan mengikutinya sambil memikirkan kata-kata apa yang akan kukatakan supaya dia mengerti.
“Disana aja, supaya kita lebih leluasa ngomongnya.” Katanya lagi, sambil menunjuk pojokan yang agak sepi. Aku diam sambil mengangguk dan mengikutinya…

“A A ku bingung mulai dari mana.” Kataku tergagap-gagap.

“Ceritakan saja... Gak usah mikirin aku ngerti atau enggak. Biarkan semuanaya mengalir dan yang terpenting kamu harus jujur.”

“Kamu janji yah, rahasiain semua inih.”

“Aku, janji.” Katanya, sambil mengacungkan dua jarinya.

Entah kenapa, aku percaya sama dia. Awalnya, terasa sulit menceritakan ini semua. Karena Sebelumnya, aku belum pernah curhat sebebas ini, sejujur ini... Tentang kegundahan hatiku, kebingungan, perasaanku, dan segala hal lainnya. Lena memang pendengar yang sangat baik. Tidak pernah menyelaku sekalipun, selalu mendengarkan dengan mata yang penuh semangat disertai komentar-komentar kecil yang malahan menambah semangatku. Setelah puas menceritakan segala unek-unek yang mengumpul dihatiku, aku merasakan suatu perasaan yang belum pernah kurasakan sebelummnya. Perasaan, yang membuat hatiku hangat.

“Aku sekarang mengerti apa yang sedang kamu rasain... aku juga tau sesuatu yang membuat kamu jadi kayak gini.”

“Apa???.” Tanyaku, penasaran.

“Ehem! Begini... Kamu belum pernah ngerasain yang namanya cinta! Yah, ituh dia yang jadi masalah buat kamu!” katanya, dengan antusias.

“Aku gak ngerti maksud kamu. Memangnya, ada hubungannya yah?’ tanyaku bingung.

“Ginih, aku jelasin. Cinta itu adalah dasar dari kebahagiaan semua hal. Bahkan, kita ini hidup karena cinta.... Cinta Allah ke makhluknya. Kita sekarang bertahan karena cinta ortu ke kita. Dan satu yang belum kamu dapatkan, Cinta kamu ke diri sendiri. Itu, yang bikin kamu gak bahagia... Cinta ituh adalah sesuatu yang simple banget. Kamu bisa merasakannya kapan aja, dimana aja... kamu gak usah mikir jauh-jauh tentang cinta. Mulailah dengan mencintai diri kamu dulu. Itu adalah satu hal yang terpenting.”

Setelah itu, aku sadar... ternyata kekuatan cinta sangat besar...

***

Tidak ada komentar:




This Mix is designed by sukkiang